Powered By Blogger

Sabtu, 10 Maret 2012

Klasifikasi Filsafat


1.  Klasifikasi Filsafat 
Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan 
yang sama dan membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan 
banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu filsafat biasa 
diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini 
filsafat biasa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan 
“Filsafat Islam”. 
Filsafat Barat 
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis 
di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. 
Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. 
Menurut Takwin (2001) dalam pemikiran barat konvensional 
pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis seringkali merujuk 6
pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis. Misalnya 
aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria 
bahwa pemikiran dianggap filosofis jika mengadung kebenaran 
korespondensi dan koherensi. Korespondensi yakni sebuah pengetahuan  
dinilai benar jika pernyataan itu sesuai dengan kenyataan empiris. Contoh 
jika pernyataan ”Saat ini hujan turun”, adalah benar jika indra kita 
menangkap hujan turun, jika kenyataannya tidak maka pernyataannya 
dianggap salah. Koherensi berarti sebuah pernyataan dinilai benar jika pernyataan 
itu mengandung koherensi logis (dapat diuji dengan logika barat). 
Dalam filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian 
besar yakni: (a) bagian filsafat yang mengkaji tentang ada (being), (b) 
bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan (epistimologi dalam arti luas), 
(c) bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang 
seharusnya dilakukan manusia (aksiologi). 
 Beberapa tokoh dalam filsafat barat yaitu:  
1. Wittgenstein mempunyai aliran analitik (filsafat analitik) yang 
dikembangkan di negara-negara yang berbahasa Inggris, tetapi 
juga diteruskan di Polandia. Filsafat analitik menolak setiap 
bentuk filsafat yang berbau  ″metafisik”. Filsafat analitik menyerupai 
ilmu-ilmu alam yang empiris, sehingga kriteria yang berlaku 
dalam ilmu eksata juga harus dapat diterapkan pada filsafat. 
Yang menjadi obyek penelitian filsafat analitik sebetulnya bukan 
barang-barang, peristiwa-peristiwa, melainkan pernyataan, 
aksioma, prinsip. Filsafat analitik menggali dasar-dasar teori ilmu 
yang berlaku bagi setiap ilmu tersendiri. Yang menjadi pokok 
perhatian filsafat analitik ialah analisa logika bahasa sehari-hari, 
maupun dalam mengembangkan sistem bahasa buatan. 
2. Imanuel Kant mempunyai aliran atau filsafat ″kritik” yang tidak 
mau melewati batas kemungkinan pemikiran manusiawi. 
Rasionalisme dan empirisme ingin disintesakannya. Untuk itu ia 
membedakan akal, budi, rasio, dan pengalaman inderawi. 
Pengetahuan merupakan hasil kerja sama antara pengalaman 
indrawi yang aposteriori dan keaktifan akal, faktor priori. 
Struktur pengetahuan harus kita teliti. Kant terkenal karena tigatulisan: 
(1) Kritik atas rasio murni, apa yang saya dapat ketahui. 
Ding an sich, hakikat kenyataan yang dapat diketahui. Manusia 
hanya dapat mengetahui gejala-gejala yang kemudian oleh akal 
terus ditampung oleh dua wadah pokok, yakni ruang dan waktu. 
Kemudian diperinci lagi misalnya menurut kategori sebab dan 
akibat dst. Seluruh pengetahuan kita berkiblat pada Tuhan, jiwa, 
dan dunia. (2) Kritik atas rasio praktis, apa yang harus saya buat. 
Kelakuan manusia ditentukan oleh kategori imperatif, keharusan 
mutlak: kau harus begini dan begitu. Ini mengandaikan tiga 
postulat: kebebasan, jiwa yang tak dapat mati, adanya Tuhan.
 (3) Kritik atas daya pertimbangan. Di sini Kant membicarakan 
peranan perasaan dan fantasi, jembatan antara yang umum dan 
yang khusus. 
3. Rene Descartes. Berpendapat bahwa kebenaran terletak pada diri 
subyek. Mencari titik pangkal pasti dalam pikiran dan 
pengetahuan manusia, khusus dalam ilmu alam. Metode untuk 
memperoleh kepastian ialah menyangsikan segala sesuatu. Hanya 
satu kenyataan tak dapat disangsikan, yakni aku berpikir, jadi aku 
ada. Dalam mencari proses kebenaran hendaknya kita 
pergunakan ide-ide yang jelas dan tajam. Setiap orang, sejak ia 
dilahirkan, dilengkapi dengan ide-ide tertentu, khusus mengenai 
adanya Tuhan dan dalil-dalil matematika. Pandangannya tentang 
alam bersifat mekanistik dan kuantitatif. Kenyataan dibaginya 
menjadi dua yaitu: “res extensa dan res copgitans”.
Filsafat Timur 
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di 
Asia, khususnya di India, Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang pernah 
dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya 
hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa 
dikatakan untuk filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di 
Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Namanama beberapa filosof: Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi, dan lain-lain. 
Pemikiran filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran  yang 
tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan 
pemikiran timur lebih dianggap agama dibanding filsafat. Pemikiran 
timur tidak menampilkan sistematika seperti dalam filsafat barat. 
Misalnya dalam pemikiran Cina sistematikanya berdasarkan pada 
konstrusksi kronologis mulai dari penciptaan alam hingga meninggalnya 
manusia dijalin secara runut (Takwin, 2001). 
Belakangan ini, beberapa intelektual barat telah beralih ke filsafat 
timur, misalnya Fritjop Capra, seorang ahli fisika yang mendalami 
taoisme, untuk membangun kembali bangunan ilmu pengetahuan yang 
sudah terlanjur dirongrong oleh relativisme dan skeptisisme (Bagir, 
2005). Skeptisisme terhadap metafisika dan filsafat dipelopori oleh Rene 
Descartes dan William Ockham. 
Filsafat Islam 
Filsafat Islam ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. 
Sebab dilihat dari sejarah, para filosof dari tradisi ini sebenarnya bisa 
dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat (Yunani).   
Terdapat dua pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam 
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus berkembang hingga 
saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa belajar 
filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang 
disalin oleh St. Agustine (354–430 M), yang kemudian diteruskan oleh 
Anicius Manlius Boethius (480–524 M) dan John  Scotus. Pendapat 
kedua menyatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat orang-orang 
Yunani dari buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke 
dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi.  
Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya, 
karena menurutnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti  Isagoge,
Categories, dan  Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi 
bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah 
menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara.  Selanjutnya dikatakan 
bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber 
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan 
menyalin kembali buku  Organon karangan Aristoteles dari terjemahanterjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh  filosof Islam 
(Haerudin, 2003). 
Majid Fakhri cenderung mengangap filsafat Islam sebagai mata 
rantai yang menghubungkan Yunani dengan Eropa modern. Kecenderungan ini 
disebut europosentris yang berpendapat filsafat Islam telah berakhir sejak 
kematian Ibn Rusyd. Pendapat ini ditentang oleh Henry Corbin dan Louis 
Massignon yang menilai adanya eksistensi filsafat Islam. Menurut 
Kartanegara (2006) dalam filsafat Islam ada empat aliran yakni:  
1. Peripatetik (memutar atau berkeliling) merujuk kebiasaan 
Aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya 
ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau 
epistimologis adalah menggunakan logika formal yang 
berdasarkan penalaran akal (silogisme), serta penekanan yang 
kuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni: 
Al Kindi (w. 866), Al Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w. 1037), Ibn 
Rusyd (w. 1196), dan Nashir al Din Thusi (w.1274). 
2. Aliran Iluminasionis (Israqi).  Didirikan oleh pemikir Iran, 
Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191). Aliran ini memberikan tempat 
yang penting bagi metode intuitif (irfani). Menurutnya dunia ini 
terdiri dari cahaya dan kegelapan. Baginya Tuhan adalah cahaya 
sebagai satu-satunya realitas sejati (nur al anwar), cahaya di atas 
cahaya.
3. Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman 
mistis yang bersifat supra-rasional. Jika pengenalan rasional 
bertumpu pada akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada 
hati. Tokoh yang terkenal adalah Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.    
4. Aliran Hikmah Muta’aliyyah (Teosofi Transeden).  Diwakili
oleh seorang filosof syi’ah yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya 
Qawami yang dikenal dengan nama Shadr al Din al Syirazi, Atau 
yang dikenal dengan Mulla Shadra yaitu seorang filosof yang 
berhasil mensintesiskan ketiga aliran di atas. Dalam Islam  ilmu merupakan hal yang sangat dianjurkan. Dalam 
Al Quran kata  al-ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih 780 kali. 
Hadis juga menyatakan mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. 
Dalam pandangan Allamah Faydh Kasyani dalam bukunya Al Wafi: ilmu 
yang diwajibkan kepada setiap muslim adalah ilmu yang mengangkat 
posisi manusia pada hari akhirat, dan mengantarkannya pada pengetahuan 
tentang dirinya, penciptanya, para nabinya, utusan Allah, pemimpin Islam, 
sifat Tuhan, hari akhirat, dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada 
Allah.
Dalam pandangan keilmuan Islam, fenomena alam tidaklah 
berdiri tanpa relasi dan relevansinya dengan kuasa ilahi. Mempelajari 
alam berarti akan mempelajari dan mengenal dari dekat cara kerja Tuhan. 
Dengan demikian penelitian alam semesta (jejak-jejak ilahi) akan 
mendorong kita untuk mengenal Tuhan dan menambah keyakinan 
terhadapnya. Fenomena alam  bukanlah realitas-realitas independen 
melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam adalah ayat-ayat 
yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang besifat 
qauliyah. Oleh karena itu ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi 
yang mulia sebagai obyek ilmu.  

Sejarah Perkembangan Filsafat

Sejarah Perkembangan Filsafat
A. Zaman Yunani
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting 
dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi 
perubahan pola pikir mitosentris (pola pikir masyarakat yang sangat 
mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti 
gempa bumi dan pelangi). Gempa bumi tidak dianggap fenomena 
alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan 
kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam 
tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas 
alam yang terjadi secara kausalitas.  

Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam 
adalah Thales (624-546 SM) mempertanyakan “Apa sebenarnya asal 
usul alam semesta ini?” Ia mengatakan asal alam adalah air karena 
air unsur penting bagi setiap makhluk hidup, air dapat berubah 
menjadi benda gas, seperti uap dan benda dapat, seperti es, dan bumi 
ini juga berada di atas air.  
Sedangkan Heraklitos mempunyai kesimpulan bahwa yang 
mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan 
aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi 
dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi 
lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam 
alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu 
sendiri.
Pythagoras (580-500 SM) berpendapat bahwa bilangan 
adalah unsur utama dari alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur 
bilangan merupakan juga unsur yang terdapat dalam segala sesuatu. 
Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak 
terbatas. Menurut Abu Al Hasan Al Amiri, seorang filosof muslim 
Phitagoras belajar geometri dan matematika dari orang-orang mesir 
(Rowston, dalam Kartanegara, 2003).  
Filosof alam ternyata tidak dapat memberikan jawaban yang 
memuaskan, sehingga timbullah kaum “sofis”. Kaum  sofis ini 
memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa ini memulai 
kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa manusia adalah 
ukuran kebenaran. Tokoh utamanya adalah Protagoras (481-411 
SM). Ia menyatakan bahwa “manusia” adalah ukuran kebenaran. 
Ilmu juga mendapat ruang yang sangat kondusif dalam pemikiran 
kaum sofis karena mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan 
sekaligus merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesa baru. 
Socrates, Plato, dan Aristoteles menolak relativisme kaum  sofis.
Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada 
manusia.
Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat 
Yunani karena pada zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah 
perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang 
sangat menonjol adalah Plato (429-347 SM), yang sekaligus murid 
Socrates. Menurutnya, kebenaran umum itu ada bukan dibuat-buat 
bahkan sudah ada di alam idea.  
Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles  
(384-322 SM). Ia murid Plato, berhasil menemukan pemecahan persoalanpersoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem: logika, 
matematika, fisika, dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan pada 
analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya  silogisme terdiri 
dari tiga premis:
- Semua manusia akan mati (premis mayor).
- Socrates seorang manusia (premis minor).
- Socrates akan mati (konklusi).
Aristoteles dianggap bapak ilmu karena dia mampu meletakkan 
dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis.  

B. Zaman Islam  
Islam tidak hanya mendukung adanya kebebasan intelektual, 
tetapi juga membuktikan kecintaan umat Islam terhadap ilmu pengetahuan dan 
sikap hormat mereka kepada ilmuwan, tanpa memandang agama mereka. 
Periode antara 750 M dan 1100 M adalah abad masa keemasan dunia 
Islam. Plato dan Aristoteles telah memberikan pengaruh yang besar pada 
mazhab-mazhab Islam, khususnya mazhab Peripatetik.
Al Farabi sangat berjasa dalam mengenalkan dan mengembangkan 
cara berpikir logis (logika) kepada dunia Islam. Berbagai karangan 
Aristoteles seperti Categories, Hermeneutics, First, dan Second Analysis
telah diterjemahkan Al Farabi ke dalam bahasa Arab. Al Farabi telah 
membicarakan berbagai sistem logika dan cara berpikir deduktif maupun 
induktif. Di samping itu beliau dianggap sebagai peletak dasar pertama 
ilmu musik dan menyempurnakan ilmu musik yang telah dikembangkan 20
sebelumnya oleh Phytagoras. Oleh karena jasanya ini, maka Al Farabi 
diberi gelar Guru Kedua, sedang gelar Guru Pertama diberikan kepada 
Aristoteles.
Kontribusi lain dari Al Farabi yang dianggap cukup bernilai adalah 
usahanya mengklasifikasi ilmu pengetahuan. Al Farabi telah memberikan 
defenisi dan batasan setiap ilmu pengetahuan yang berkembang pada 
zamannya. Al Farabi mengklasifikasi ilmu ke dalam tujuh cabang yaitu: 
logika, percakapan, matematika, fisika, metafisika, politik, dan ilmu fiqih 
(hukum).
Ilmu percakapan dibagi lagi ke dalam tujuh bagian yaitu: bahasa, 
gramatika, sintaksis, syair, menulis, dan membaca. Bahasa dalam ilmu 
percakapan dibagi dalam: ilmu kalimat mufrad, preposisi, aturan penulisan 
yang benar, aturan membaca dengan benar, dan aturan mengenai syair 
yang baik.  Ilmu logika dibagi dalam 8 bagian, dimulai dengan kategori 
dan diakhiri dengan syair (puisi). Matematika dibagi dalam tujuh bagian.  
Metafisika dibagi dalam dua bahasan, bahasan pertama mengenai 
pengetahuan tentang makhluk dan bahasan kedua mengenai filsafat ilmu. 
Politik dikatakan sebagai bagian dari ilmu sipil dan menjurus pada etika 
dan politika. Perkataan  politieia yang berasal dari bahasa Yunani 
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi madani, yang berarti sipil 
dan berhubungan dengan tata cara mengurus suatu kota. Kata ini 
kemudian sangat populer digunakan untuk menyepadankan istilah 
masyarakat sipil menjadi masyarakat madani. Ilmu agama dibagi dalam 
ilmu fiqih dan imu ketuhanan/kalam (teologi). 
Buku Al Farabi mengenai pembagian ilmu ini telah diterjemahkan ke 
dalam bahasa Latin untuk konsumsi bangsa Eropa dengan judul  De
Divisione Philosophae. Karya lainnya yang telah diterjemahkan ke dalam 
bahasa Latin berjudul  De Scientiis atau  De Ortu Scientearum. Buku ini 
mengulas berbagai jenis ilmu seperti ilmu kimia, optik, dan geologi. Al 
Farabi (w.950) terkenal dengan doktrin  wahda al wujud membagi 
hierarki wujud yaitu (1) dipuncak hierarki wujud adalah Tuhan yang 
merupakan sebab bagi keberadaan yang lain, (2) para malaikat di 
bawahnya yang merupakan sebab bagi keberadaan yang lain, (3) benda-
benda langit (angkasa), (4) benda-benda bumi. Al Farabi memiliki sikap 
yang jelas karena ia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa tokohtokoh filsafat harus bersepakat di antara mereka sepanjang yang menjadi 
tujuan mereka adalah kebenaran.
Filosof lain yang terkenal adalah Ibnu Sina dikenal di Barat dengan 
sebutan Avicienna. Selain sebagai seorang filosof, ia dikenal sebagai 
seorang dokter dan penyair. Ilmu pengetahuan yang ditulisnya banyak 
ditulis dalam bentuk syair. Bukunya yang termasyhur Canon, telah diterjemahkan 
ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona di Toledo. Buku ini 
kemudian menjadi buku teks (text book) dalam ilmu kedokteran yang 
diajarkan pada beberapa perguruan tinggi di Eropa, seperti Universitas 
Louvain dan Montpelier. Dalam kitab  Canon, Ibnu Sina telah menekankan 
betapa pentingnya penelitian eksperimental untuk menentukan khasiat 
suatu obat. Ibnu Sina menyatakan bahwa daya sembuh suatu jenis obat 
sangat tergantung pada ketepatan dosis dan ketepatan waktu pemberian. 
Pemberian obat hendaknya disesuaikan dengan kekuatan penyakit. 
Kitab lainnya berjudul Al Shifa diterjemahkan oleh Ibnu Daud (di 
Barat dikenal dengan nama Avendauth Ben Daud) di Toledo. Oleh 
karena Al Shifa sangat tebal, maka bagian yang diterjemahkan oleh Ibnu 
Daud terbatas pada pendahuluan ilmu logika, fisika, dan  De Anima. Ibnu 
Sina membagi filsafat atas bagian yang bersifat teoretis dan bagian yang 
bersifat praktis. Bagian yang bersifat teoretis meliputi: matematika, 
fisika, dan metafisika, sedang bagian yang bersifat praktis meliputi:  
politik dan etika.   
Ibnu Sina, mengatakan alam pada dasarnya adalah potensi 
(mumkin al wujud) dan tidak mungkin bisa mengadakan dirinya sendiri 
tanpa adanya Tuhan. Ibnu Sina mengelompokkan ilmu dalam tiga macam 
yakni (1) obyek-obyek yang secara niscaya tidak berkaitan dengan materi 
dan gerak (metafisik),  (2) obyek-obyek yang senantiasa berkaitan dengan 
materi dan gerak (fisika), (3) obyek-obyek yang pada dirinya immateriel 
tetapi kadang melakukan kontak dengan materi dan gerak (matematika). 
Ibn Khaldun dalam kitabnya  Al Muqaddimah membagi 
metafisika dalam lima bagian.  
Bagian pertama berbicara tentang hakikat 
wujud (ontologi). Dari sini muncul dua aliran besar yakni eksistensialis
(tokoh yang terkemuka adalah Ibnu Sina dan Mhulla Shadra) dan 
esensialis (tokoh yang terkemuka adalah Syaikh Al Israq, Suhrawardi).  
Berikutnya Ibn Khaldun membagi ilmu matematika ke dalam empat 
subdivisi yakni (1) geometri; trigonometrik dan kerucut, surveying tanah, 
dan optik. Sarjana muslim terutama Ibn Haitsam telah banyak 
mempengaruhi sarjana barat termasuk Roger Bacon, Vitello dan Kepler 
(2)Aritmetika; seni berhitung/hisab, aljabar, aritmatika bisnis dan faraid
(hukum waris),  (3) musik, (4) astronomi. 
Dalam bidang ilmu mineral, dikenal karya Al Biruni yang 
berjudul Al Jawahir (batu-batu permata), selain itu pada abad ke-11 Al 
Biruni dikenal sebagai The master of observation di bidang geologi dan 
geografi karena Al Biruni berusaha mengukur keliling bumi melalui 
metode eksperimen dengan menggabungkan metode observasi dan teori 
trigonometri. Akhirnya ia sampai pada kesimpulan bahwa keliling bumi 
adalah 24.778,5 mil dengan diameter 7.878 mil. Tentu saja ini merupakan 
penemuan luar biasa untuk masa itu, dengan ukuran modern saja yaitu 
24.585 mil (selisih ± 139 mil) dengan diameter 7.902 mil.  
Dalam bidang ilmu farmakologi dan medis dikenal karya Ibnu 
Sina yakni  Al Qanun fi al Thibb dan  Al Hawi oleh Abu Bakr Al Razi, 
bidang nutrisi dikenal karya Ibn Bathar yakni  Al Jami Li Mufradat Al 
Adawiyyah wa Al Aghdziyah, di bidang zoologi dikenal karya Al Jahizh 
yang berjudul  Al Hayawan dan  Hayat Al Hayawan oleh Al Damiri. Di 
Andalusia terkenal seorang ahli bedah muslim, Ibn Zahrawi yang telah 
mencitakan ratusan alat bedah yang sudah sangat maju untuk ukuran 
zamannya.
Filosof lainnya adalah Al Kindi, yang dianggap sebagai filosof 
Arab pertama yang mempelajari filsafat. Ibnu Al Nadhim mendudukkan 
Al Kindi sebagai salah satu orang termasyhur dalam filsafat alam 
(natural philosophy). Buku-buku Al-Kindi membahas mengenai berbagai 
cabang ilmu pengetahuan seperti geometri, aritmatika, astronomi, musik, 
logika dan filsafat. Ibnu Abi Usai’bia menganggap Al-Kindi sebagai 
penerjemah terbaik kitab-kitab ilmu kedokteran dari bahasa Yunani ke 
dalam bahasa Arab. Di samping sebagai penerjemah, Al Kindi menulis 
juga berbagai makalah. Ibnu Al Nadhim memperkirakan ada 200 judul 
makalah yang ditulis Al Kindi dan sebagian di antaranya tidak dapat 
dijumpai lagi, karena raib entah kemana. Nama Al Kindi sangat masyhur 
di Eropa pada abad pertengahan. Bukunya yang telah disalin ke dalam 
bahasa Latin di Eropa berjudul  De Aspectibus berisi uraian tentang 
geometri dan ilmu optik, mengacu pada pendapat Euclides, Heron, dan 
Ptolemeus. Salah satu orang yang sangat kagum pada berbagai tulisannya 
adalag filosof kenamaan Roger Bacon.  
Filosof lainnya adalah Ibnu Rushd yang lahir dan dibesarkan di 
Cordova, Spanyol, meskipun seorang dokter dan telah mengarang buku 
ilmu kedokteran berjudul  Colliget, yang dianggap setara dengan kitab 
Canon karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang filosof. 
Ibnu Rushd telah menyusun 3 komentar mengenai Aristoteles, 
yaitu: komentar besar, komentar menengah, dan komentar kecil. Ketiga 
komentar tersebut dapat dijumpai dalam tiga bahasa: Arab, Latin, dan Yahudi. 
Dalam komentar besar, Ibnu Rushd menuliskan setiap kata dalam  Stagirite
karya Aristoteles dengan bahasa Arab dan memberikan komentar pada 
bagian akhir. Dalam komentar menengah ia masih menyebut-nyebut 
Aritoteles sebagai  Magister Digit, sedang pada komentar kecil filsafat 
yang diulas murni pandangan Ibnu Rushd. 
Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat 
merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan 
yang ditempuh oleh ahli agama, telah memancing kemarahan pemukapemuka agama, sehingga mereka meminta kepada khalifah yang 
memerintah di Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis.  
Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan 
pula oleh Al Kindi dalam bukunya Falsafah El Ula  (First Philosophy).
Al Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan 
kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang tipis 
dan kurang bernilai  (Haeruddin, 2003). 
C. Kemajuan Ilmu Zaman Renaisans dan Modern
Pada zaman modern paham-paham yang muncul dalam garis 
besarnya adalah rasionalisme, idealisme, dan empirisme. Paham 
rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam 
memperoleh dan menguji pengetahuan. Paham idealisme mengajarkan 
bahwa hakikat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang 
memberikan jalan untuk mempelajari paham idealisme zaman modern. 
Paham empirisme dinyatakan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita 
selain didahului oleh pengalaman. 
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan 
dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman 
yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap 
keesaan dan supremasi Gereja Katolik Roma, bersamaan dengan 
berkembangnya Humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan 
kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, 
Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) dan ditemukannya 
benua baru (1492 M) oleh Columbus memberikan dorongan lebih keras 
untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris, 
Perancis dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan 
Ronsard. Pada masa itu, seni musik juga mengalami perkembangan. 
Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo 
menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern yang merupakan titik 
balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.
Bacon adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari 
zamannya dengan melihat perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon yang 
terkenal adalah  Knowledge is Power (Pengetahuan adalah kekuasaan). 
Ada tiga contoh yang dapat membuktikan pernyataan ini, yaitu:  mesin
menghasilkan kemenangan dan perang modern,  kompas memungkinkan 
manusia mengarungi lautan,  percetakan yang mempercepat penyebaran 
ilmu.
Lahirnya Teori Gravitasi, perhitungan Calculus dan Optika 
merupakan karya besar Newton. Teori Gravitasi Newton dimulai ketika 
muncul persangkaan penyebab planet tidak mengikuti pergerakan lintas 25
lurus, apakah matahari yang menarik bumi atau antara bumi dan matahari 
ada gaya saling tarik menarik.
Teori Gravitasi memberikan keterangan, mengapa planet tidak 
bergerak lurus, sekalipun kelihatannya tidak ada pengaruh yang memaksa 
planet harus mengikuti lintasan elips. Sebenarnya, pengaruhnya ada, 
tetapi tidak dapat dilihat dengan mata dan pengaruh itu adalah Gravitasi, 
yaitu kekuatan yang selalu akan timbul jika ada dua benda yang saling 
berdekatan.
Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu 
seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad ke-9 lahir 
semisal farmakologi, geofisika, geormopologi, palaentologi, arkeologi, 
dan sosiologi. Abad ke-20 mengenal ilmu teori informasi, logika 
matematika, mekanika kwantum, fisika nuklir, kimia nuklir, radiobiologi, 
oceanografi, antropologi budaya, psikologi, dan sebagainya.  
D. China, India, dan Jepang 
Peradaban India yang pada awal telah mencapai teknologi tingkat 
tinggi. Kontak Eropa dengan peradaban India sebagian besar melalui 
sumber berbahasa Arab. Jelas terlihat matematika India dengan sistem 
bilangan dan perhitungannya yang telah mempengaruhi aljabar Arab dan 
melengkapi angka utama Arab. Tetapi ciri khasnya adalah pemikiran 
dengan kesadaran yang tinggi. 
Peradaban Cina, hingga zaman renaisans peradaban Cina jauh 
lebih maju dibanding Barat. Menurut Francis Bacon, Tranformasi masyarakat 
Eropa banyak berasal dari Cina seperti kompas magnetik, bubuk mesiu, 
dan mesin cetak. Namun Eropa tidak pernah menyadari hutang budinya 
kepada Cina. Kegagalan Cina dalam membuat perkembangan ilmu dan 
teknologi adalah  filsafat yang ada lebih berlaku praktis ketimbang 
prinsip-prinsip abstrak, filsafat yang ada didasarkan analogi-analogi 
harmonis dan organis serta pedagang sebagai kelas yang tidak dapat 
dipercaya, sehingga ciri renaisans yang terjadi di Eropa tidak terjadi di 
Cina.26
Peradaban Jepang selama beberapa abad terimbas dari kultur 
Cina. Pada awal abad ke-17 memutuskan untuk menutup pintu dari 
pengaruh-pengaruh yang dianggap membahayakan. Awal abad ke-19 
memutuskan berasimilasi ke bangsa luar dan melaksanakan dengan 
sungguh. Saat ini satu sisi Jepang hidup dengan teknologi yang tinggi 
akan tetapi tetap mengikuti tradisi sosial yang kuno seperti bangsa Cina

PHILOSHOFI

PHILOSOPHY OF SCIENCE1.
1. Philosophy
 
Philosophy in English, namely philosophy, while the termphilosophy comes from the Greek, philosophia, which consists of twowords: philos (love) or philia (friendship, attracted to) and shopia(Wisdom, wisdom, knowledge, skills, practical experience,intelligence). So the etymology, philosophy means love of wisdom ortruth. Socrates as Plato calls philosophos (philosopher) inunderstanding lover of wisdom. The word philosophy is the Arabizationwhich means that searches done by philosophers. In the DictionaryBig Indonesian, the word philosophy suggests understandingreferred to, namely knowledge and inquiry by reasonabout the nature of all that exists, because the origin and laws. HumanPhilosophical are people who have self-awareness and reason, as healso has an independent soul and spiritual nature.
 
Before Socrates there was one group who called themselvessophist (the sophists), which means scholar. They made thehuman perception as a measure of reality and use the argument-argumentare mistaken in their conclusions. So the word sophist has 2reduction of meaning that is sophistry. Socrates ashumility and shy away from identifying withthe sophist, prohibiting him called by a sophist(Scholars). Therefore philosophers do not use the term beforeSocrates (Motahhari, 2002).
 
At first the word philosophy means all of sciencehumans. They share the philosophy of the two parts,theoretical philosophy and practical philosophy. Theoretical philosophy include: (1) sciencenatural sciences, such as: physics, biology, science of mining, andastronomy, (2) the exact sciences and mathematics, (3) knowledge of the divineand metaphysics. Practical philosophy include: (1) norms (morality), (2)domestic affairs, (3) social and political.
 
In general philosophy means human effort to understandeverything systematically, radical and critical. Meaningful philosophy ofis a process not a product. Then the processdo is to think critically is the effort to actively, systematically, andpronsip following principles to understand and evaluate the logic of ainformation with the purpose of determining whether the information is received orrejected. Thus philosophy will continue to change until a pointcertain (of calendar 2001).
 
Definition of the word philosophy can be said to be a problemphilosophical as well. According to logicians when someone asksunderstanding (definition / nature) something, in fact he was askedabout the various cases. But at least we can say that"Philosophy" was about a study that is to be exploredconduct experiments and trials, butto express precisely the problem, find solutions to this,give arguments and good reason for a particular solution andthe end of the previous processes are put in adialectics. This dialectic can briefly be said is aform rather than dialogue.
 
As for some basic understanding of the philosophy according toamong philosophers is: 3A. Speculative effort to present a systematic viewand complete the whole of reality.2. Attempts to describe the nature of ultimate reality and the basicreal.3. Efforts to determine the limits and range of knowledgeresources, the nature, validity, and value.4. Critical investigation of the assumptions andstatements submitted by the various fieldsof knowledge.5. Discipline that seeks to help you see whatyou say and to express what you see.
 
Plato (427-348 BC) states that philosophy is knowledgeis to achieve a genuine truth. While Aristotle(382-322 BC) is to define the philosophy of sciencecovering the truth contained therein metaphysics sciences,logic, rhetoric, ethics, economics, politics, and aesthetics. While philosophersMore Cicero (106-043 BC) stated philosophy is the mother of allother sciences. Philosophy of science is the supreme andthe desire to get it.According to Descartes (1596-1650), philosophy is a collection of allknowledge in which God, nature and man became a stapleinvestigations. While Immanuel Kant (1724-1804) arguedphilosophy of science is the subject and the base of allknowledge contained in it four issues:a. What can we know?The answer is included in the field of metaphysics.b. What should we do?The answer is included in the field of ethics.c. Expectations of where we are?The answer is included in the field of religion.d. Is it called man?The answer is included in the field of anthropology. 4At least three characteristics of philosophical thinking that is:A. Comprehensive nature: one scientist will never be satisfied ifonly know science only in terms of view of science itself.He wanted to know the nature of science from another perspective, relationwith morality, and wanted to be sure whether this knowledgebring him happiness. This will let scientistsdo not feel proud and most powerful. Above the sky is still theresky. example: Socrates said he did not know anything.2. Fundamental nature: that nature is not just that confident thatscience is true. Why science is right? How the processassessment criteria are done? Whethercriterion itself is true? So what really own it? Asa question which must start with a circulardetermine the correct point.3. Speculative: in setting up a circle and determine thestarting point of a circle which is also the end pointit takes a good speculative nature of the process, analysisand evidence. Which can be separated so thatlogical or not.Sir Isacc Newton, a scientist who is very well known,President of the Royal Society have all three of these characteristics. There ismany scientists are perfecting previous inventions thatdo. In the quest for knowledge, Newton was not onlybelieve in the truth that already exists (knowledge at the time). Hesue (trace over) the results of previous studies such as logicof motion and Aristotelian cosmology, or the Cartesian logic ofmotion of matter, light, and the structure of the cosmos. "I do not definespace, place, time and motion is known as muchthe "Newton said. For Newton there is no completeness, that there is onlySearching dynamic, always changing and may never finish."I elaborated a subject constantly and I wait untilThe first light of dawn came slowly, little by little until betulbetul light ".

FILSAFAT

FILSAFAT ILMU
1.1. Filsafat
 Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu  philosophy, adapun istilah
filsafat berasal dari bahasa Yunani,  philosophia, yang terdiri atas dua
kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia
(hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau
kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam
pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi
yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang
dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia
filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia
juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.
 Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka
sophist (kaum sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan
persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah
yang keliru dalam  kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami 2
reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan. Socrates karena
kerendahan hati dan menghindarkan diri dari pengidentifikasian dengan
kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan seorang sofis
(cendekiawan). Oleh karena itu istilah filosof tidak pakai orang sebelum
Socrates (Muthahhari, 2002).
 Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang
dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni,
filsafat teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu
pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan
astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan
dan metafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2)
urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik.
 Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami
segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat
merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka proses yang
dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan
mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu
informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau
ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik
tertentu (Takwin, 2001).
 Defenisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah
falsafi pula. Menurut para ahli logika ketika seseorang menanyakan
pengertian (defenisi/hakikat) sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya
tentang macam-macam perkara. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa
“falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang didalami tidak dengan
melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi
dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan
akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah
dialektika. Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah
bentuk daripada dialog.
 Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut
kalangan filosof adalah:3
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik
serta lengkap tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara
nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan
sumber daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan
pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang
pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa
yang Anda katakan dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.
 Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang
bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles
(382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan filosof
lainnya Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua
ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan
keinginan untuk mendapatkannya.
Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala
pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok
penyelidikannya. Sedangkan Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat
filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4 persoalan:
a. Apakah yang dapat kita ketahui?
Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
c. Sampai di manakah harapan kita?
Jawabannya termasuk pada bidang agama.
d. Apakah yang dinamakan manusia itu?
Jawabannya termasuk pada bidang antropologi. 4
Setidaknya ada tiga karakteristik berpikir filsafat yakni:
1. Sifat menyeluruh: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika
hanya mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri.
Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya
dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan
membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan
tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada
langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
2. Sifat mendasar: yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa
ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses
penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah
kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti
sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan
menentukan titik yang benar.
3. Spekulatif: dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan
titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya
dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis
maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang
logis atau tidak.
Sir Isacc Newton, seorang ilmuwan yang sangat terkenal,
President of the Royal Society memiliki ketiga karakteristik ini. Ada
banyak penyempurnaan penemuan-penemuan ilmuwan sebelumnya yang
dilakukannya. Dalam pencariannya akan ilmu, Newton tidak hanya
percaya pada kebenaran yang sudah ada (ilmu pada saat itu). Ia
menggugat (meneliti ulang) hasil penelitian terdahulu seperti logika
aristotelian tentang gerak dan kosmologi, atau logika cartesian tentang
materi gerak, cahaya, dan struktur kosmos. “Saya tidak mendefenisikan
ruang, tempat, waktu dan gerak sebagaimana yang diketahui banyak
orang” ujar Newton. Bagi Newton tak ada keparipurnaan, yang ada hanya
pencarian yang dinamis, selalu mungkin berubah dan tak pernah selesai.
“ku tekuni sebuah subjek secara terus menerus dan ku tunggu sampai
cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi sedikit sampai betulbetul terang”.
(sumber: usupress.usu.ac.id)

Sabtu, 03 Maret 2012

Khauf dan Roja'



Di antara nikmat dan karunia Allah yang besar terhadap kita sebagai hamba-Nya adalah diutusnya seorang rosul ke tengah-tengah kita; yang mengajari, membimbing, dan memberi petunjuk ke jalan yang lurus sehingga kita dapat mengabdi kepada-Nya, Rabbul 'ibad, dengan baik dan benar. Allah berfirman: "Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu seorang rosul, yang menjadi saksi terhadapmu." [QS. Al-Muzammil: 15]. "Dialah yang telah mengutus rosul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkannya atas segala agama." [QS. At-Taubah: 33]. Dan Allah juga berfirman, "Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rosul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (as-sunnah) [QS. Al-Jumu'ah: 2].
Segala bentuk ibadah akan terwujud dalam diri seorang hamba manakala memenuhi tiga landasan yang sangat mendasar: adanya hubb (kecintaan), khouf (takut), dan roja` (pengharapan). Orang-orang yang beribadah hanya karena pahala semata tanpa ada kecintaan dan rasa takut kepada-Nya, mereka telah tergolong ke dalam kelompok sesat Jahmiyyyah, sebaliknya orang-orang yang beribadah hingga terlena di dalamnya dengan kecintaan namun tidak ada rasa takut dari siksa-Nya dan mengharap akan pahalaNya, mereka tergolong ke dalam kelompok sesat Sufiyyah. Jadi yang benar adalah hendaknya beribadah kepada Allah dengan kecintaan kepadaNya, mengharap pahalaNya, dan takut akan siksaNya.

EKSISTENSI KHAUF DAN ROJA`
Khauf dan roja` adalah dua ibadah yang sangat agung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang mukmin, maka akan seimbanglah seluruh aktivitas kehidupannya. Bagaimana tidak, sebab dengan khauf akan membawa dirinya untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan; sementara roja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi Rabb-nya 'Azza wa Jalla. Pendek kata dengan khauf dan roja` seorang mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya, disamping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan tuhan mereka (dengan sesuatu apapun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." [QS. Al-Mukminun: 57-61]. 'Aisyah -radhiyallahu 'anha- pernah bertanya kepada Rosulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- apakah mereka itu orang-orang yang meminum khamr, berzina, dan mencuri? Rosulullah menjawab, "Bukan! Wahai putri Ash-Shiddiq. Justru mereka adalah orang-orang yang melakukan shoum, sholat, dan bershodaqah, dan mereka khawatir tidak akan diterima amalannya. Mereka itulah orang-orang yang bergegas dalam kebaikan." [HR. At-Tirmidzi dari 'Aisyah]. Allah juga berfirman, "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas." [QS. Al-Anbiya': 90].

HAKIKAT KHAUF
Khauf (takut) adalah ibadah hati, tidak dibenarkan khauf ini kecuali terhadap-Nya Subhanahu wa Ta'ala. Khauf adalah syarat pembuktian keimanan seseorang. Allah berfirman: "Sesungguhnya mereka itu tidak lain syaitan-syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang beriman." [QS. Ali Imran: 175].
Apabila khauf kepada Allah berkurang dalam diri seorang hamba, maka ini sebagai tanda mulai berkurangnya pengetahuan dirinya terhadap Rabb-nya. Sebab orang yang paling tahu tentang Allah adalah orang yang paling takut kepada-Nya.
Rasa khauf akan muncul dengan sebab beberapa hal, di antaranya: pertama, pengetahuan seorang hamba akan pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosanya serta kejelekan-kejelekannya; kedua, pembenarannya akan ancaman Allah, bahwa Allah akan menyiapkan siksa atas segala kemaksiatan; ketiga, mengetahui akan adanya kemungkinan penghalang antara dirinya dan taubatnya.
Para ulama membagi khauf menjadi lima macam:
1. Khauf ibadah, yaitu takut kepada Allah, karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, memuliakan siapa yang dikehendaki-Nya dan menghinakan siapa yang dikehendaki-Nya, memberi kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan menahan dari siapa yang dikehendaki-Nya. Di Tangan-Nya-lah kemanfaatan dan kemudharatan. Inilah yang diistilahkan oleh sebagian ulama dengan khaufus-sirr.
2. Khauf syirik, yaitu memalingkan ibadah qalbiyah ini kepada selain Allah, seperti kepada para wali, jin, patung-patung, dan sebagainya.
3. Khauf maksiat, seperti meninggalkan kewajiban atau melakukan hal yang diharamkan karena takut dari manusia dan tidak dalam keadaan terpaksa. Allah berfirman, "Sesungguhnya mereka itu tidak lain syaitan-syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang beriman." [QS. Ali Imran: 175].
4. Khauf tabiat, seperti takutnya manusia dari ular, takut singa, takut tenggelam, takut api, atau musuh, atau selainnya. Allah berfirman tentang Musa, "Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya)." [QS. Al-Qashash: 18].
5. Khauf wahm, yaitu rasa takut yang tidak ada penyebabnya, atau ada penyebabnya tetapi ringan. Takut yang seperti ini amat tercela bahkan akan memasukkan pelakunya ke dalam golongan para penakut.

HAKIKAT ROJA`
Adapun roja` secara bahasa artinya harapan/cita-cita; sedangkan menurut istilah ialah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari. Roja` merupakan ibadah yang mencakup kerendahan dan ketundukan, tidak boleh ada kecuali kepada Allah 'Azza wa Jalla. Memalingkannya kepada selain Allah adalah kesyirikan, bisa berupa syirik besar atau pun syirik kecil tergantung apa yang ada dalam hati orang yang tengah mengharap.
Roja (harapan/mengharap) tidaklah menjadikan pelakunya terpuji kecuali bila disertai amalan. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Al-Baqarah: 218]. Allah juga berfirman, "Barang siapa mengharap perjumpaan dengan tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada tuhannya." [Al-Kahfi: 110].
Berkata Ibnul Qoyyim dalam "Madarijus-Salikin": "Orang-orang yang mengerti telah bersepakat bahwa roja` tidak akan sah kecuali jika dibarengi dengan amalan. Oleh karena itu, tidaklah seseorang dianggap mengharap apabila tidak beramal". Dengan demikian, roja` kepada Allah akan tercapai dengan beberapa hal, diantaranya: pertama, senantiasa menyaksikan karunia-Nya, kenikmatan-Nya, dan kebaikan-kebaikan-Nya terhadap hamba; kedua, jujur dalam mengharap apa yang ada di sisi Allah dari pahala dan kenikmatan; ketiga, membentengi diri dengan amal shaleh dan bergegas dalam kebaikan.
Ibnul Qayyim -rahimahullah- membagi roja` menjadi tiga bagian, dua di antaranya roja`,yang benar dan terpuji pelakunya, sedang yang lainnya tercela. Roja` yang menjadikan pelakunya terpuji, pertama: seseorang mengharap disertai dengan amalan taat kepada Allah, di atas cahaya Allah, ia senantiasa mengharap pahalaNya; kedua: seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat darinya, dan ia senantiasa mengharap ampunan Allah, kebaikan-Nya dan kemurahan-Nya. Adapun yang menjadikan pelakunya tercela: seseorang terus-menerus dalam kesalahan-kesalahannya lalu mengharap rahmat Allah tanpa dibarengi amalan; roja` yang seperti ini hanyalah angan-angan belaka, sebuah harapan yang dusta.

KESIMPULAN
Para pembaca -semoga Allah menjagamu- roja` menuntut adanya khauf dalam diri seorang mukmin, yang dengan itu akan memacunya untuk melakukan amalan-amalan sholeh; tanpa disertai khauf, roja` hanya akan bernilai sebuah fatamorgana. Sebaliknya khauf juga menuntut adanya roja`; tanpa roja` khauf hanyalah berupa keputusasaan tak berarti. Jadi, khauf dan roja` harus senantasa menyatu dalam diri seorang mukmin dalam rangka menyeimbangkan hidupnya untuk tetap istiqomah melaksanakan perintahNya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, mengharap pahala dan takut akan siksa-Nya. Keduanya (khauf dan roja`) ibarat dua sayap burung yang dengannya ia dapat menjalani kehidupannya dengan sempurna.
Wal 'ilmu 'indallah.

Ditulis oleh Abu Hamzah Al-Atsary.

Sumber bacaan:
1. Al-Quranul Karim
2. Syarh Tsalatsatul Ushul
3. Taisirul Wushul ilaa Nailil ma'mul
4. Al-Madkhal Lid-dirosatil Aqidah Al-Islamiyyah
5. Madarijus-salikin


Tanya: Assalamu'alaikum wr. wb. Saya ingin bertanya tentang: Bagaimana hukum merayakan ulang tahun atau milad? <0818688***>

Jawab: Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Telah diketahui bersama bahwa tidak didapatkan dalam agama kita perayaan ulang tahun, selain apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rosul-Nya yaitu perayaan Iedul Fitri, Iedul Ad-ha, dan Iedul Jum'ah. Selain dari itu, baik perayaan yang diadakan tiap tahun, tiap bulan, atau pun minggu atau juga perayaan yang bertepatan dengan hari kelahiran adalah bid'ah. Rosulullah dan para sahabatnya tidak pernah melakukannya, sementara Rosulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda, "Barangsiapa mengada-adakan suatu perkara dalam urusan kami (agama) yang bukan darinya maka tertolak." [HR. Al-Bukhari, Muslim, dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha].
Disamping termasuk perkara bid'ah, perayaan ulang tahun atau milad ini juga merupakan perbuatan tasyabbuh (meniru) kaum kuffar, sedangkan kita diharamkan untuk meniru mereka. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) "Raa'ina" tetapi katakanlah "Unzhurna" dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih. [QS. Al-Baqarah: 104]. Berkata Ibnu Katsir rahimahullah: "Allah melarang hamba-hambaNya yang beriman untuk meniru orang-orang kafir dalam ucapan-ucapannya dan perbuatan-perbuatannya." [Tafsir Al-Quranul Adhim: 1/169, cet. Daarul Fikr]. Dan dalam hadits yang datang dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya berkata: Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barang siapa yang meniru suatu kaum, maka ia tergolong dari mereka." [HR. Abu Dawud, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 1/448]. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: "Hadits ini paling tidak menunjukkan keharaman meniru mereka (kaum kuffar)" [Iqtidho' Shirathal mustaqim fi Mukhalafati Ashabil jahiim, hal.83 cet. daarul Fikr]. Demikian, wal 'ilmu 'indallah.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons